DUNIA PENDIDIKAN INDRAMAYU Headline Animator

Shaf Banner

Islamic Widget

Selamat Datang Di Shaf A

Selamat datang diBlog Lembaga Keterampilan Dan Pendidikan Shaf A. Semoga informasi yang kami tampilkan dapat bermanfaat untuk temen-temen semua.

Senin, 19 Juli 2010

Cerita subsidi BBM dari dari ex pegawai Pertamina

Cerita subsidi BBM dari dari ex pegawai Pertamina






Menyambung dongengan sebelumnya berjudul Peliknya arus BBM di Indonesia disini, seorang sahabat pensiunan Pertamina pingin ikut mendongengkan seluk dan beluknya bagaiman distribusi BBM menjadi sangat rumit karena memang secara geografis Indonesia ini unik. Terdiri lebih dari 15 000 pulau, penduduknya beragam dan tersebar. Tetapi juga harus disadari bahwa penduduknya kebanyakan nglumpuk alias berkumpul di Pulau Jawa.

“Haddduh, Pakdhe … apa Pulau Jawa ngga sesenggokan keberatan bawa penduduk segitu banyak ya ?”

Setelah ditambah ilustrasi dan sedikit edit, cerita subsidi BBM dari dari Johanis Mawuntu,SE.MM, ex peg. Pertamina, begini:

Minyak mentah (crude oil) yang ada dalam bumi di Indonesia ada macam-macam jenis dan juga cara explorasinya, artinya dikeluarkan dari dalam tanah dengan cara memanfaatkan tenaga gas yang punya tekanan terkandung padanya sehingga cairannya muncrat keluar atau bagi yang tidak mengandung gas bertekanan terpaksa dikeluarkan dari dalam bumi menggunakan pompa.

Biaya yang terkandung:

Biaya pencarian dan pengangkutan k

e Kilang (A)

Minyak mentah (crude oil) tersebut di atas dialirkan atau diangkut ke Pabrik/Kilang (refinery) kemudian dimasak dan diolah menjadi terpisah yang salah satunya bensin (Premium, Pertamax dan lain-lain) yang oleh khalayak ramai disebut BBM (Bahan Bakar Minyak).

Biaya yang terkandung: Biaya pengolahan (B).

BBM yang sudah selesai pengolahannya di Kilang kemudian di sadurkan ke masyarakat dengan transportasi melalui Darat, Laut, Sungai. Kilang Minyak besar terdapat di Plaju/ S.Gerong, Dumai, Balikpapan, Cilacap dan Balongan.

Biaya yang terkandung: Biaya transportasi (C).

Keterangan: Karena harga jual BBM disetiap SPBU diseluruh Nusantara harus sama, maka biaya transportasi menjadi sangat variable antara satu daerah dengan daerah lainnya (komponen biayanya dibuat rata).

Jadi harga BBM = Biaya A + B + C = Biaya pokok (tidak ada profit, karena Perusahaan milik Negara (Pertamina).

BBM yang dihasilkan PT.Pertamina akan dijual dengan harga yang sama di SPBU Pertamina yang tersebar dari Sabang – Merauke dan dari Rote (pulau Roti) – Miangas (SULUT). Yaitu Biaya A + B + C = Rp 8.500,- (asumsi sekarang).

Dengan kata lain bahwa harga jual ini hanya merupakan total komponen biaya, karena minyak mentah yang ada di perut bumi adalah milik rakyat/Pemerintah. (UUD 45). Jadi tidak dibeli.

Harga BBM yang sejenis mengacu ke harga pasaran dunia = A + B + C + D.

Komponen D adalah selisih biaya pokok dengan acuan Pertamina yang diambil dari harga rata-rata dunia. Dalam ha ini dapat dikatakan D adalah profit.

Pertamina menghitung kenaikan biaya produksi yang dijadikan patokan harga minyak sesuai pergolakan harga ekonomis yang berlaku di pasar dunia, sedangkan Pemerintah mengatur harga minyak disesuaikan dengan kondisi rakyat yang diangap masih belum mampu. (teristimewa ketika kita mengalami boom minyak pada 20-30 tahun lalu).

Walaupun biaya Produksi BBM sudah merangkak naik tapi Pemerintah tetap mengatur harga pada Rp 4.500,- Sehingga Pemerintah menanggung rugi Rp 4.000,- ini dinamakan: SUBSIDI.

Sewaktu kita mengambil alih pengelolaan minyak ini dari perusahaan asing, kita mengalami produksi jauh melebihi kebutuhan sehingga kelebihan bisa kita export dan hasilnya bisa menutupi APBN bahkan lebih. Sehingga kenaikan harga minyak dunia karena adanya kartel OPEC Negara kita menjadi sangat kaya dan disegani Dunia.

Harga di pasaran dunia naik dan Pertamina ingin menjual sesuai dengan komponen biaya yang terpapar diatas. Tetapi Pemerintah menentukan harga sesuai kondisi politik di masa itu, sehingga ada perbedaan dan perbedaan itu menjadi tanggungan Pemerintah. Dengan kata lain pemerintah berkorban mensubsidi rakyat nya karena lagi booming. Mumpung uang lagi banyak.

NET IMPORTIR



Seiring dengan berjalannya waktu terjadi mishandling karena kondisi politik dan kondisi masyarakat dan pressure dari orang-orang yang tidak tepat duduk diposisinya, terdeteksi melalui forcasting teknik bahwa kalau tidak ada perubahan mengarah kepersatuan yang lebih baik dan mengurangi permusuhan-permusuhan dengan dunia luar maka pada tahun 2004 negara kita akan menjadi “NET IMPORTER”

Indonesia tidak seperti 20an tahun lalu yang dengan bangga menjadi exporter minyak mentah, sekarang telah menjadi NET IMPORTER. Artinya kalau misalnya pemakaian Dalam Negeri 1,2 juta yang dapat kita hasilkan hanya 1 juta , sehingga Indonesia harus mengimpor 0,2 juta.

Kenapa disebut Negara NET IMPORTER, karena kita masih melaksanakan export crude oil yang bermutu tinggi dengan harga tinggi dan mengimport yang bermutu rendah yang harganya murah, namun totalnya banyakan import, ini dilaksanakan untuk mendapatkan profit.

Dengan kenaikan harga minyak dunia yang diluar perkiraan logis orang, jika subsidi terus dipertahankan maka masyarakat termasuk saya masih bisa beli bensin murah, kita senang tapi generasi penerus kita akan menikmati akibatnya.

Akibat dari subsidi Pemerintah akan membuat APBN terkuras sehingga program pendidikan yang murah tidak akan tercapai dan mungkin akan mengakibatkan ada generasi yang hilang (lost generation). Para orang terdidik (educated people) tahu benar apa itu APBN. Contoh : yang diimport 0.2 juta bbl dengan harga USD 120/bbl setelah menjadi bensin pemerintah jual Rp 4.500,-/ltr (1 bbl = 159 ltrs). Produksi kita 1 juta bbl yang harusnya berharga (A+B+C+D) dijual Rp 4.500,-

Catatan kaki:

Produksi minyak mentah masih bisa ditingkatkan karena kandungannya di bumi Indonesia masih banyak, asalkan kita mau bersatu dan tidak bermusuhan dengan orang asing yang menguasai teknologi penggarapan peningkatan produksi, disamping itu kita jangan bertengkar sendiri yang saling menjatuhkan.

Contoh perbandingan:

Air Minum dalam kemasan yang biaya produksinya ringan dan hanya di distribusikan di areal tertentu toh harganya sudah mencapai Rp 2.000,- sedangkan BBM yang biaya produksinya tinggi karena berkandungan kategori berbahaya hanya dihargai Rp 4.500,- dan daerah sebarannya yang sangat luas sekali. Bayangkan jika menghadapi fenomena, bagi daerah di sekitar Kilang minyak biaya angkutnya ringan tapi daerah yang jauh di bagian Indonesia Timur kadang-kadang biaya angkutnya sudah >Rp 4.500,-

Salam persahabatan,

Johanis Mawuntu, SE.MM.

Pensiunan Pertamina, tinggal di Jakarta

Note – catatannya si Thole :

Kalau ingin membandingkan dengan perhitungan Kwik Kian Gie silahkan baca disini :

Usaha minyak: Untung, tapi kok perlu subsidi ?

Profil Saya

Foto saya
Indramayu, Jawa Barat, Indonesia

Entri Populer